- Pembukaan kegiatan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) Tahun Pelajaran 2023/2024 (2 bulan yang lalu)
- PENGUMUMAN LULUS SELEKSI PPDB SMAN 9 BANDAR LAMPUNG TP. 2023/2024 (3 bulan yang lalu)
- Informasi PPDB Tahun Pelajaran 2023/2024 (3 bulan yang lalu)
- Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Tahun Pelajaran 2023/2024 (4 bulan yang lalu)
- Ratusan Peserta Jalan Sehat meriahkan HUT SMAN 9 ke 47 (4 bulan yang lalu)
- PT Kereta Api Indonesia Divisi Regional IV Lampung Sosialisasi di SMAN 9 Bandar Lampung (5 bulan yang lalu)
- Sosialisasi Donor Darah dan Edukasi Kesehatan Remaja (5 bulan yang lalu)
- Sumbangan Masjid As Syifa dari Bobby Nasution (6 bulan yang lalu)
- Pengarahan Kepala Sekolah tentang Pelaksanaan Ujian Sekolah (6 bulan yang lalu)
- Mengenal Warisan Budaya Lampung, SMAN 9 Gelar Karya P5 Kearifan Lokal (6 bulan yang lalu)
- Rapat Koordinasi Pelaksanaan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) (7 bulan yang lalu)
- OJK Road Show ke SMA Negeri 9 Bandar lampung (7 bulan yang lalu)
- SMAN 9 Bandar Lampung Sukses Melaksanakan Kegiatan Donor Darah Awal Tahun 2023 (8 bulan yang lalu)
- Sosialisasi Masuk Perguruan Tinggi (8 bulan yang lalu)
- Bangun Ketertiban Berlalulintas, SMAN 9 Bandar Lampung Adakan Sosialisasi (8 bulan yang lalu)


Atas sumbangsihnya untuk kepemimpinan dan kemanusiaaan serta keagamaan universalnya Romo Carolus dianugerahi Maarif Award (ANTARA/Ansyor)
Jakarta (ANTARA News) – Semangat nasionalisme di kalangan siswa semakin pudar akibat sistem pendidikan yang tidak mampu menumbuhkan rasa nasionalisme dalam diri mereka, kata Direktur Program Maarif Institute Abdullah Darraz.
“Dalam riset pada 2011, sebanyak 60 persen siswa di Jabodetabek terutama pelajar SMP dan SMA tidak percaya lagi terhadap nilai-nilai Pancasila. Ini kan miris sekali,” kata Darraz di Jakarta, Selasa (1/4) malam.
Pihaknya mencontohkan di beberapa sekolah negeri, ada siswa-siswa yang enggan mengikuti upacara bendera karena menganggap upacara bendera merupakan penghormatan terhadap sesuatu selain Tuhan.
“Ada beberapa sekolah menganggap nasionalisme kebangsaan itu seperti musuh yang harus dihalau, ini didrive oleh suatu paham keagamaan tertentu yang radikal, ekslusif, antikebhinekaan, antipluralisme. Menganggap pluralisme, demokrasi itu sesuatu yang diharamkan,” katanya.
Dikatakannya, paham radikal tersebut sulit diawasi oleh sekolah karena masuk lewat para alumninya. “Misalnya paham ini masuk melalui alumninya, proses radikalisasi terjadi di luar jam sekolah, sehingga tidak bisa diawasi lagi oleh sekolah,” katanya.
Menurut dia, hal tersebut terjadi karena adanya upaya radikalisasi pemikiran yang dilakukan suatu kelompok berpaham keagamaan tertentu terhadap generasi muda.
Mereka menyasar kalangan remaja karena pemikiran remaja yang masih labil sehingga lebih mudah diracuni oleh pemikiran yang salah terutama yang cenderung ke arah radikal.
Sebagai upaya untuk mencari solusi bagi sistem pendidikan yang lebih baik, pihaknya bersama Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam (AGPAI), Lembaga Manajemen Universitas Negeri Jakarta (LM-UNJ), Gerakan Usaha Pembaruan Pendidikan Islam (GUPPI) dan Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) membentuk Jakarta Edu Forum. JEF, menurut dia, berupaya memetakan kembali arah pendidikan Indonesia yang nantinya ide-ide tersebut disampaikan kepada pemerintah agar bisa ditindaklanjuti dalam bentuk kebijakan.
“Sekarang belum dirumuskan secara utuh, targetnya, September-Oktober 2014 sudah selesai rumusannya,” katanya. (A064/Z002)
Sumber: AntaraNews
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.